(Per) S a h a b a t (an)

Sejak resmi menjadi anak rantau di benua Australia, kehidupan sosial saya berubah drastis. Tanpa teman dan saudara, hanya M dan orangtuanya.

Walaupun banyak orang Indonesia di Perth, perjalanan mencari teman baru sungguh ga mudah. Apalagi waktu itu ada periode hamil, melahirkan dan mengurus anak. Jadi kehidupan sosial pun seperti kehilangan ruang.

Percakapan satu arah dengan seorang bayi, yang ditutup percakapan dengan M di akhir hari. Ditambah sahabat dan keluarga di ketikan jemari, dengan bahasa ibu yang mengalirkan hangat di hati.
Kehidupan sosial pun terasa cukup.

Menetap di Adelaide dan anak-anak mulai sekolah, kehidupan sosial pun mulai menemukan riaknya kembali. Percakapan sederhana dengan para orangtua murid di sekolah, perkumpulan orang Indonesia di Adelaide dan tentu saja percakapan melalui ketikan jemari dalam bahasa ibu yang tiada kenal waktu. Membuat kehidupan kembali menggeliat, kembali hidup.

Drama pertemanan tetap ada, melengkapi setiap canda, cakap dan gerutu. Hadir silih berganti. Ada yang kemudian hilang, muncul seadanya dan tentu saja ada yang tetap tinggal.
Mereka yang tetap tinggal ini tentunya bukan tanpa usaha dari kedua belah pihak.

Mungkin persahabatan pada akhirnya sama seperti kisah cinta. Ada yang lekat pada temu pertama, ada yang bertepuk sebelah tangan, ada yang kejar-kejaran berusaha menyamai dan memahami, ada yang kemudian lelah dan selesai.

Ketika kisah cinta kita selesai, dan seorang teman baik memilih bersahabat dengan sang mantan daripada duduk cekikikan di sudut kota bersama kita. Tentu ada tanda tanya di kepala.
Dan ketika hal tersebut berulang; mantan selanjutnya dengan sahabat yang sama…
Well, please do tell me what term should I use for this…

Saya pernah berada di suatu lingkungan dimana saya pikir mereka teman-teman baik. Dan butuh waktu untuk kemudian saya memahami. Pertemanan memang tanpa pamrih, tapi ada timbal balik yang harus diseimbangkan.
Mereka yang saya pikir teman baik, membiarkan berita tidak baik tentang saya diperdengungkan, tanpa membela, hanya diam mendengar.
So I let them go, kami masih berteman, tapi dihati saya kelasnya sudah turun jauh. Tapi bisa jadi pertemanan kami memang bertepuk sebelah tangan, saya aja yang asik sendiri menganggap mereka teman baik, sedangkan mereka hanya melihat saya sebagai orang yang ada ditempat yang sama. Another person in the room. Nothing special.

Kemudian suatu hari lalu ada seorang teman baik, yang entah kenapa terasa semakin hari semakin sulit buat saya memahaminya. Dia teman baik saya hitungan belas tahun. Tidak ada kemarahan, kebencian atau alasan buat saya memutuskan pertemanan. Sampai suatu hari saya melihat kalau dia ternyata sudah tidak lagi berteman dengan saya di media sosial. Dengan demikian saya pun berpikir memang jalan kami tak lagi sama. Yet I am still here if she needs me, or at least that was my thought at that time.

Sampai kemudian berita datang menyampaikan kebenciannya pada saya. Rasa mual yang dirasanya setiap mendengar nama saya disebut dan beberapa hal lain yang rasanya ga pantas saya tuliskan disini.
Tapi semua berita menyampaikan bahwa dia bahkan tidak ingat kenapa kebencian itu hadir.
Lupa.
Begitu jawabnya.

Kebencian sedemikian besar yang alasannya tidak lagi menempel di kepala.
Membuat kerut di jidat saya seakan berlipat tiga kali.

Tapi saya pikir ga mungkin saya ga melakukan kesalahan, apapun itu. Jadi saya mengirim pesan permintaan maaf. Sungguh-sungguh tulus.
Walaupun rasanya memang sulit untuk mengembalikan persahabatan kami seperti sebelumnya.

Benci, is such a strong word.

Yang lucu, saya merasa di titik ini saya merindu punya teman laki-laki. Bukan teman laki-laki urusan cinta-cintaan, hanya teman lelaki yang membuat percakapan ga penting serasa lebih lengkap dengan keberadaannya. Seperti seorang teman laki-laki yang suatu hari lalu pernah saya jemput di pinggir jalan depan gedung kantornya, masuk mobil dan langsung bilang; “ga pake curhat ya, curhat itu nambah-nambahin beban idup tau!”.

Brengsek yakan 😄 tapi ya, saya merindu punya teman laki-laki. Yang kuat hati menemani ke-absurd-an tawa-tawa gila, dan kuat hati ga berusaha paham apapun yang ditertawakan.
You know who you are.

Seiring usia, saya belajar memahami bahwa persahabatan ga bisa dikejar-kejar, ga bisa hanya sebelah pihak yang sibuk usaha. Seperti kisah cinta, persahabatan juga perlu pemahaman, rasa sayang dan usaha yang sama kuat. Dan persahabatan ga selalu harus seide sepemikiran, tapi harus tahu kapan harus tutup mulut dan sedia telinga lebar-lebar, cuap-cuap berbalut peluk, atau toyor-toyor kepala saling mentertawakan, dan peluk-peluk saling merayakan.

Beberapa tahun lagi usia saya akan mencapai setengah abad. Dan rasanya, di titik kehidupan saat ini, saya cukup paham bahwa kebahagiaan itu adalah pilihan. Kita yang memutuskan bagaimana cara kita melihat kehidupan, memutuskan akan bersyukur dan berbahagia, atau merasa kurang dan terus kurang.
Bahwa merasa cukup, adalah suatu kemewahan. Kemampuan yang tidak semua orang miliki.

Dan mungkin terdengar klise, tapi kebahagiaan itu dimulai dari penerimaan kita atas diri sendiri. Berbanggalah dengan apapun kita; primadona, juara kelas, goldfish’s killer, tukang bolos, tukang nyontek, semua adalah bagian dari hidup. Proses kehidupan yang ga perlu kita tutupi dari diri kita sendiri, proses kehidupan yang menjadikan kita seperti apa adanya kita.

As Lady Gaga said;
You will never find what you are looking for in love,
if you don’t love yourself.

Dihari tua nanti, yang saya inginkan selain keluarga adalah teman baik. Sahabat perempuan dimana cakap tak harus hadir, tapi cekikian dan hangat hati selalu ada. Kalau kemudian dapat bonus sahabat laki-laki yang akan melengkapi gelas-gelas teh kami kemudian, betapa hidup akan terasa sempurna.

3 Comments

  1. Pertemanan di masa dewasa memang susah susah gampang, kata-kata sefrekuensi mudah diucapkan tapi sulit diterapkan. Saat sulit itu, rasanya memilih untuk sendiri saja. Atau melebur dengan sahabat sahabat lma yang terasa lebih tulus.

    Tapi ketika orang benci sama kita. Alhamdulillah, dosa kita diangkat dan pahala kita bertambah. Yang penting kita tidak cari masalah duluan.

    1. Semakin kesini rasanya semakin gampang untuk ‘sendirian aja’ ya Fran, males berurusan sama drama ga penting.

      Semoga kita selalu bisa jadi teman yang baik untuk teman-teman baik kita ya…

  2. Teman atau sahabat seperti musim, Din. Ganti2 arah 😝😝 People change, entah berubah jadi baik atau sebaliknya. Tapi sahabat yg benar akan selalu stay… 😍😍

Tinggalkan komentar